MAKALAH KEWARGANEGARAAN
PENGERTIAN SUKU AGAMA DAN RAS
Oleh :
RAHAYU SAFITRI
NPM : 12.1.03.03.0093
SISTEM INFORMASI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI
2015
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Agama mengemban
fungsi memupuk persaudaraan. Walaupun fungsi tersebut telah
dibuktikan dengan fakta-fakta konkrit dari zaman ke zaman, namun disamping
fakta yang positif itu terdapat pula fakta yang negatif, yaitu fakta perpecahan
antar manusia yang kesemuaannya bersumber pada agama. Perpecahan tidak akan
terjadi jikalau tidak ada konflik (bentrokan) terlebih dulu. Lebih lanjut
secara sepintas telah disoroti pula masalah perpecahan dalam konteks krisis
kewibawaan agama. Demikian pun dijabarkan juga masalah bentrokan (konflik)
antara agama dan ilmu pengetahuan, meskipun hanya secara singkat.
SARA adalah merupakan singkatan dari Suku agama
dan Ras antar Golongan serta adat istiadat. Keempat hal tersebut adalah
merupakan isu penting jika dikaitakan dengan peristiwa pertentangan dan konflik
dalam masyarakat. Dalam suatu tatanan sosial masyarakat perbedaan antara suku
ras dan agama sangatlah majemuk dan beragam. keberangaman tersebut sesungguhnya
menjadi salah satu kekayaan tersendiri yag dimiliki oleh negara Republik
Indonesia.
Disisi lain isu SARA terkadang mendatangkan
dampak negatif dan bahkan berdampak pada terjadinya pertentangan dan konflik
yng berkepanjangan yang justru merugikan dan bahkan mengahambat laju
pembangunan. Secara khusus terdapatnya perbedaan Suku di Indonesia disebabkan
oleh karena indonesia adalah merupakan negara yang terdiri dari beberapa
pulau yang memiliki karakter masyarakat, kebudayaan, kebiasaan, adat istiadat
dan kepercayaan yang berbeda. Kemajemukan tersebut yang menjadi ciri khas dari
negara kesatuan Republik Indonesia. Dalam konteks wawasan Nusantara keterpaduan
dan persatuan yang terjalin menjadi wawasan nusantara mejadi kebanggaan
tersendiri. Di Indonesia terdapat Suku-suku diantaranya Bugis, Makasar, Menado,
Jawa, Sunda, Batak dan sebagainya.
Selain kemajemukan suku tersebut dengan
karakteristik yang berbeda juga terdapat kemajemukan dan perbedaan kepercayaan
yang dianut oleh maisng-masing kelompok atau suku tertentu. Di indonesia
terdapat lima macam agama yang diakui diantaranya Islam, Kristen, Katholik,
Hindu dan Buddha, dan terdapat beberapa jenis aliran kepercayaan yang dapat
dijalankan oleh pemeluknya di Negara Republik Indonesia.
Disamping memiliki dampak positif dari
kemajemukan tersebut, disisi lain sesungguhnya sangat rentan untuk terjadi
konflik pertentangan antara suku, agama dan ras. Konflik tersebut harus di
eliminir seminimal mungkin agar tidak terjadi konflik yang berkepanjangan. akan
tetapi dari keberagaman tersebut sejarah telah
membuktikan bahwa telah terjadi pertentangan dan konflik yang berkepanjangan
yang dilatar belakangi oleh isu SARA.
B.
IDENTIFIKASI
MASALAH
Konflik Di Indonesia.
Dalam hidup berbangsa, pembangunan konsensus seringkali tidak
mudah dicapai. Konflik adalah produk dinamika hubungan antarkelompok, sama
halnya dengan konsensus. Konflik dan konsensus muncul bergantian dan sekaligus
menandai dinamika hubungan antar kelompok di dalam masyarakat.
Umumnya, konflik termanifestasi ke dalam dua bentuk. Pertama,
konflik yang berlangsung damai tanpa menyita cost material dan spiritual
seperti kerusuhan, kehilangan jiwa, cedera fisik, terputusnya hubungan
antarkeluarga dan sejenisnya. Konflik semacam ini sifatnya negosiatif dan
justru inheren bahkan dianjurkan dalam kehidupan bernegara, terutama dalam
praktek-praktek demokrasi liberal. Kedua, konflik yang berwujud vandalistik dan
violence. Konflik-konflik seperti ini yang kerap menggelisahkan mayoritas masyarakat
dan para pemimpin Indonesia. Maka dalam hal ini penulis memberi judul
makalahnya yaitu “Makalah Konflik Di Indonesia”. Semoga Makalah ini
dapat berguna bagi pembaca dan para pelajar.
C.
PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar
belakang masalah diatas , maka dirumuskan permasalahan dalam bentuk pertanyaan
sebagai berikut:
1.
Apa yang dimaksud SARA?
2.
Apa perbedaan suku dan ras agama?
3.
Apa saja tindakan-tindakan SARA?
4.
Apa contoh konflik yang ada di
Indonesia secara umum?
5.
Bagaimana cara mengatasi konflik tersebut?
6.
Apa manfaat SARA bagi suku dan ras
agama?
D.
PEMBAHASAN
1.
PENGERTIAN SARA
( SUKU AGAMA RAS DAN ADAT ISTIADAT)
Sara
adalah berbagai pandangan dan tindakan yang didasarkan pada sentimen
identitasyang menyangkut keturunan, agama, kebangsaan atau kesukuan dan
golongan. Dalampengertian lain SARA dapat di sebut Diskriminasi yang merujuk
kepada pelayanan yangtidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini
dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut.
Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasadijumpai dalam masyarakat
manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusianuntuk membeda-bedakan yang
lain. SARA Dapat Digolongkan Dalam Tiga Katagori :
a. Kategori pertama yaitu Individual : merupakan
tindakan Sara yang dilakukan oleh individumaupun kelompok. Termasuk di dalam
katagori ini adalah tindakan maupun pernyataanyang bersifat menyerang,
mengintimidasi, melecehkan dan menghina identitas diri maupungolongan.2.
b. Kategori kedua yaitu Institusional : merupakan
tindakan Sara yang dilakukan oleh suatuinstitusi, termasuk negara, baik secara
langsung maupun tidak langsung, sengaja atau tidak sengaja telah membuat
peraturan diskriminatif dalam struktur organisasi maupunkebijakannya.3.
c. Kategori ke tiga yaitu Kultural : merupakan
penyebaran mitos tradisi dan ide-idediskriminatif melalui struktur budaya
masyarakat.
2.
PERBEDAAN SUKU DAN RAS
PEMELUK AGAMA
Bahwa perbedaan suku dan ras berkat adanya agama bukan menjadi
penghalang untuk menciptakan hidup persaudaraan yang rukun hal itu sudah
terbukti oleh kenyataan yang menggembirakan dan hal itu tidak perlu dibicarakan
lagi. Yang menjadi masalah disini ialah, apakah perbedaan suku dan ras ditambah
dengan perbedaan agama menjadi penyebab lebih kuat untuk menimbulkan perpecahan
antar umat manusia. Khususnya apakah dalam satu Negara yang terdiri dari
berbagai suku bangsa dan yang menerima adanya agama yang berbeda-beda bukannya
membina dan memperkuat unsur penyebab yang lebih kuat untuk menimbulkan
perpecahan bangsa dan Negara itu.
Bahwa faktor ras itu sendiri terlepas dari agama sudah membuktikan
bertambahnya permusuhan dan pencarian jalan keluarnya, dan kesemuannya itu
menjadi bahan menarik dalam diskusi ilmiah maupun dalam kalngan kaum politisi,
adalah merupakan masalah yang tetap actual yang tidak dijadikan sasaran dari
pembicaraan kita sekarang ini. Masalah itu telah menjadi bahan pembicaraan
ilmiah dari ilmu biologi dan politik namun demi lebih jernihnya
masalah yang kita bicarakan ada satu hal sangat menarik dari kalangan sarjana
biologi, perlu kita tampilkan disini. Asumsi yang terkenal itu dan telah
mengundang banyak sanggahan yang gigi ialah dari Arthur de Gobineau, dalam
karangannya yang menjadi klasik “Essai sur I’negalite des races humaines, tahun
1853-1855. Asumsi itu pada intinya menyatakan bahwa ras kulit putih merupakan
ras tertinggi bangsa manusia, dan bahwa ras itu dipanggil untuk membawakan obor
kemajuan di dunia ini dan bahwa ras yang bukan kulit putih ditakdirkan untuk
tidak dapat menhasilkan sesuatu yang yang berarti dalam bidang kemajuan.
Kesombongan rasial itu bertumbuh mencapai klimaksnya dalam
pendirian bangsa Jerman bahwa bangsa itu merupakan “manusia super”,
yang mendapat tugas di dunia ini dari kekuasaan ilahi, untuk menghancurkan
jenis ras yang lebih rendah. Patut disayangkan bahwa ilusi congkak itu telah
diwujudkan oleh regim Hitler dalam pembunuhan kejam terhadap jutaan manusia
dari suku bangsa Yahudi. Namun dalam keseluruhan perbuatan anti rasial yang tak
mengenal perikemanusiaan itu tidak ditemkan unsurperbedaan agama sebagai dasar
pertimbangannya. Kebenaran asumsi akan lebih penuh bagi sekelompok bangsa yang
berpendirian bahwa setiap bangsa mempunyai agamanya sendiri.Misalnya; agama
Islam untuk bangsa arab, agama hindu dan budha untuk India, agama jawa untuk
bangsa jawa.
Contoh lain yang
memperkuat pendirian mengenai situasi konfliktual atas dasar perbedaan agama
dan ras bersama-sama, dapat dilihat dalam wilayah Negara Indonesia tersendiri.
Suku bangsa aceh yang beragama islam dan suku bangsa batak yang
beragama Kristen; kedua suku itu hampir selalu hidup dalam
ketegangan, bahkan dalam konfik fisik (sering terjadi) yang
merugikan ketentraman dan keamanan. Demikian pula suku Flores yang beragam
katolik dan suku bali yang memeluk agama hindu-bali hidup dalam jarak sosial
yang kurang lancer. Masalah suku dan agama yang merupakan bagian dari apa yang
disebut “SARA’’ itu belum ditangani oleh penelitian sosiologis. Yang perlu
dicari jawaban ilmiahnya ialah soal sejauh mana perbedaan suku dan agama
merupakan penghambat kesatuan nasional yang kuat.
3.
TINDAKAN - TINDAKAN
SARA
Setiap
tindakan yang melibatkan kekerasan, diskriminasi dan pelecehan yang
didasarkanpada identitas diri dan golongan dapat dikatakan sebagai tidakan
SARA. Tindakan inimelecehkan kemerdekaan dan segala hak-hak dasar yang melekat
pada manusia. Ketikaseseorang diperlakukan secara tidak adil karena
karakteristik suku, antargolongan,kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliran
politik, kondisi fisik atau karateristik lainyang diduga merupakan dasar dari
tindakan diskriminasi. Diskriminasi langsung, terjadisaat hukum, peraturan atau
kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin,
ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama. Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat
peraturan yang bersifat netral menjadidiskriminatif saat diterapkan di
lapangan.
4.
CONTOH MASALAH SARA
SECARA UMUM DI INDONESIA SARA
akhir-akhir ini muncul sebagai masalah yang dianggap
menjadi salah satu sebabterjadinya berbagai gejolak sosial di negara kita.
Perkelahian antara suku Madura dan sukuDayak di Kalimantan Barat, perkelahian
antara suku Makasar dan penduduk asli Timoryang kemudian berkembang menjadi
pergesekan antaragama Katolik dan Islam,merupakan contoh peristiwa SARA (suku,
agama, ras, antargolongan) di negara kita.Indonesia terdiri dari pulau-pulau
dan suku bangsa, maka masalah SARA merupakan hal biasa. Dalam masalah SARA ada
beberapa hal yang perlu dicermati adalah :
a. Pertama, hubungan antara suku pribumi dan
nonpribumi sampai saat ini belumdapatdipecahkan, dan tetap menjadi pemicu
potensial timbulnya konflik sosial.
b. Kedua, SARA muncul kembali sebagai faktor
pendorong timbulnya "nasionalisme daerah"berupa upaya memisahkan
suatu wilayah dari wilayah Republik Indonesia, meskipunmasalah ini secara
historis seharusnya sudah selesai ketika bangsa ini memproklamasikanSumpah
Pemuda 1928.
c. Ketiga, ada gejala bergesernya sebab pemicu:
timbulnya gejolak sosial dari masalah SARAke masalah yang bersifat struktural.
d. Keempat,
seimbang antara suku dalam akses mereka pada sumber alam.
e. Kelima, pada tingkat makro lain seperti belum
terciptanya birokrasi yang secara
politisnetral.Perspektif seperti ini akan melihat
masalah sebenarnya yang kini dihadapi bangsa ini,karena SARA hanya merupakan
limbah masalah dasar itu serta wahana mobilisasimasyarakat guna menarik
perhatian pemerintah untuk menyelesaikan masalah dasartersebut. Indonesia
memang perlu perubahan apabila ingin memasuki abad ke-21 denganutuh sebagai
suatu bangsa. SARA tak akan mampu memicu terjadinya suatu ketegangan
apabila tak terkait dengan faktor struktural yang ada
dalam masyarakat. Singapura danMalaysia adalah negara multietnik dan
multibudaya, namun hubungan antaretnik relatif harmonis. Hipotesis saya,
karena Pemerintah Malaysia dan Singapura -bersertaaparaturnya- termasuk
pemerintahan yang bersih, baik dari segi ekonomi maupun politik.Karena aparatur
kedua pemerintahan itu bersih, maka keadilan pun terjamin.Masih sulit untuk
mengatakan bahwa kita telah memiliki suatu pemerintahan yang bersih.Akibatnya,
keadilan sulit dicapai.Sekelompok etnik tertentu, yang bekerja sama denganaparatur
negara yang tak bersih, mampu lebih cepat memanfaatkan kesempatan
yangdiciptakan pemerintah. Hal ini kemudian menimbulkan masalah SARA atau sikap
antiterhadap suku tertentu. Tapi kita perlu memahami bahwa masalah tersebut
muncul karenakelompok etnik itu mengalami political insecurity dalam
masyarakat, sehingga merekaperlu mencari security melalui aliansi dengan
aparatur pemerintah yang mengalamieconomic insecurity. Gejala menarik yang
terjadi di negara kita, adanya satu birokrasi yangmerupakan bagian suatu
organisasi sosial politik (orsospol). Ketidaknetralan birokrasi itudapat
memancing ketegangan sosial yang manifestasinya adalah pada tindakan
SARA.Contohnya, beberapa gejolak sosial pada Pemilu 1997, seperti terjadi di
Pekalongan.Dalam hal ini, kita dapat mendeteksi adanya political insecurity di
kalangan aparatur, yaknitakut kehilangan jabatan apabila orsospol tertentu
kalah. Political insecurity itu seringdimanifestasikan dalam tingkah laku yang
bersifat overakting, yang dapat menimbulkanreaksi keras dari orsospol lain,
yang pada akhirnya menimbulkan tindakan SARA.Bagaimanapun, SARA adalah bagian
dari bangsa dan negara Indonesia. Kita tak dapat menghindar dari masalah ini.
5.
STRATEGI PENANGANAN KONFLIK
Cara Mengatasi Konflik
Adapun cara mengatasi
konflik dapat dilakukan dengan cara-cara berikut:
Mempelajari penyebab
utama konflik.
Memutuskan untuk
mengatasi konflik
Memilih strategi
mengatasi konflik (Hunsaker,2003)
Menghilangkan
faktor-faktor yang dapat menimbulkan konflik di suatu wilayah
Menguatkan ideologis
nasionalis sebagai bangsa yang sama dan negara yang sama.
Pembauran alami dan
sistematis dalam pengawasan ketat berfasilitas kesamaan kultur.
Pembauran religius dan
kekeluargaan dalam bentuk perkawinan silang.
Lima Strategi Untuk
Mengatasi Konflik dalam lima kemungkinan
Jika kerjasama rendah
dan kepuasan diri sendiri tinggi, maka gunakan pemaksaan (forcing)atau competing.
Jika kerjasama rendah
dan kepuasan diri sendiri rendah, maka gunakan penghindaran(avoiding).
Jika kerja sama dan
kepuasan diri seimbang (cukup), maka gunakan kompromi
(compromising).
(compromising).
Jika kerjasama tinggi
dan kepuasan diri sendiri tinggi, maka gunakan kolaboratif(collaborating).
Jika kerjasama tinggi
dan kepuasan diri sendiri rendah, maka gunakan
penghalusan (smoothing). Forcing (Pemaksaan) menyangkut penggunaan kekerasan, ancaman, dan taktik-taktik penekanan yang membuat lawan melakukan seperti yang dikehendaki.
penghalusan (smoothing). Forcing (Pemaksaan) menyangkut penggunaan kekerasan, ancaman, dan taktik-taktik penekanan yang membuat lawan melakukan seperti yang dikehendaki.
Pemaksaan hanya cocok dalam situasi-situasi tertentu untuk
melaksanakan perubahan-perubahan penting dan mendesak. Pemaksaan dapat
mengakibatkan bentuk-bentuk perlawanan terbuka dan tersembunyi (sabotase).
Avoding (Penghindaran) berarti menjauh dari lawan konflik.
Penghindaran hanya cocok bagi individu atau kelompok yang tidak tergantung pada
lawan individu atau kelompok konflik dan tidak mempunyai kebutuhan lanjut untuk
berhubungan dengan lawan konflik. Compromissing (Pengkompromian) berarti tawar
menawar untuk melakukan kompromi untuk mendapatkan kesepakatan. Tujuan
masing-masing pihak adalah untuk mendapatkan kesepakatan terbaik yang
saling menguntungkan.
Pengkompromian akan
berhasil bila kedua belah pihak saling menghargai, dan saling percaya. Kepuasan
diri-sendiri, Collaborating berarti kedua pihak yang
berkonflik kedua belah pihak masih saling mempertahankan keuntungan terbesar
bagi dirinya atau kelompoknya saja. Smoothing (Penghalusan)
atau conciliation berarti tindakan mendamaikan yang berusaha
untuk memperbaiki hubungan dan menghindarkan rasa permusuhan terbuka tanpa
memecahkan dasar ketidaksepakatan itu.Conciliation berbentuk mengambil muka
(menjilat) dan pengakuan Conciliation cocok
untuk bila kesepakatan itu sudah tidak relevan lagi dalam hubungan kerja sama.
6.
Manfaat SARA Bagi Ras
Dan Suku Agama
a)
Memberikan pengetahuan tentang tujuan,dan bagaimana cara
hidup.Tanpa agama manusia tidak tahu untuk apa yang sebenarnya hidup ,dan
nantiya kemana dia pergi.
b)
Agama dengan kitab sucinya berfungsi sebagai penerang.Agama ibarat
sebagai obor,yang mampu menerangi dalam kegelapan.Orang yang ada dalam kegelapan
akan banyak mengalami hambatan-hambatan dalam mencapai tujuan hidupnya,karena
tidak mengetahui mana yang baik dan yang buruk ,mana yang boleh dan mana yang
boleh dihindari.Orang yang beroborkan agama akan lebih bias menempuh jalan yang
benar,dan akan bisa lebih cepat berjalan menuju tempat tujuan yaitu
kesejahteraan di dunia dan kebagiaan di akhiran
c)
Bisa menjadi alat peredam dari gejolak dan gelorak bathin
seseorang yang dirundungkan kedukaan.Dengan agama orang bisa menghibur dirirnya
di saat mengalami kesedihan sehingga mempunyai daya tahan yang jauh lebih besar
terhadap segala macam penderitaan
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Konflik sebagai kategori sosiologis bertolak belakang dengan
pengertian perdamaian dan kerukunan. Yang terakhir ini merupakan hasil dari
proses assosiatif, sedangkan yang pertama dari proses dissosiatif Proses
assosiatif adalah proses yang mempersatukan; dan proses dissosiatif sifatnya
menceraikan atau memecahkan. Fokus kita tertuju kepada masalah konflik atau
bentrokan yang berkisar pada agama. Dalam konteks ini konflik sebagai fakta
sosial melibatkan minimal dua pihak (golongan) yang berbeda agama, bukannya
sebagai konstruksi khayal (konsepsional) melainkan sebagai fakta sejarah yang
masih sering terjadi di zaman sekarang. Misalnya: bentrokan antara umat Kristen
Gereja Purba dengan umat Yuhudi, benturan umat Kristen dengan penganut agama
Romawi (agama kekaisaran) dalam abad pertama sampai dengan ketiga. Dalam
penyorotan sekarang ini kita hanya ingin mengkhususkan pada suatu sumber
bentrokan saja, yaitu : perbedaan iman. Dan berkaitan dengan iman juga
perbedaan mental setiap umat beragama. Bahwa perbedaan iman (dan doktrin) de
facto menimbulkan bentrokan tidak perlu kita persoalkan, tetapi kita
menerimanya sebagai fakta dan mencoba untuk memahami, dan mengambil hikmahnya.
Semua pihak umat beragama yang sedang terlibat dalam bentrokan masing-masing
terutama dari benturan itu.
Faktor-faktor penyebab konflik diantaranya perbedaan doktrin dan
sikap mental, perbedaan suku dan ras beragama dan perbedaan tingkat kebudayaan.
Perbedaan iman menimbulkan bentrokan yang tidak perlu kita persoalkan, tetapi
kita menerimanya sebagai fakta dan mencoba untuk memahami dan mengambil
hikmahnya.
Adapun strategi untuk mengatasi konflik yang ada, harus adanya
kesepakatan dari kedua belah pihak untuk saling menghargai dan saling percaya.
Saran dari saya adalah di jaman sekarang ini, seharusnya
perbedaan SARA tidak lagi di pentingkan karena kita dapat berkerjasama dengan
berbagai suku, ras, agama, dan adat istiadat dengan efektif dan tidak hanya
dari satu ras, dll. Dari perbedaan itu, justru kita dapat lebih kreatif dan
membuat wawasan kita menjadi jauh lebih luas.
0 komentar:
Posting Komentar